Minggu, 26 Oktober 2014

Bahasa Indonesia dalam Komunikasi Ilmiah

Para ilmuwan, khususnya yang berasosiasi dengan lingkungan kampus (perguruan tinggi) merupakan masyarakat wacana ilmiah. Salah satu yang membedakan mereka dari masyarakat lain ialah penguasaan bahasa ragam ilmiah. Dapat dinyatakan bahwa bahasa komunikasi ilmih adalah dialek sosial mereka. Tanpa penguasaan bahasa komunikasi ilmiah, sang ilmuwan tampak jinak dan kurang vokal (Alwasilah, 1993:41).
Hakikat bahasa komunikasi ilmiah sekurang - kurangnya didukung oleh tiga variabel:
(1) kemampuan berpikir kritis (critical thinking), 
(2) penguasaan bahasa, dan
(3) pengetahuan umum yang luas.
Penguasaan pengetahuan umum tampaknya lebih mudah dikejar. Tinggal ia membaca buku, jurnal,majalah, surat kabar, dan akses melalui internet.
Sebaliknya,kemampuan berpikir kritis, berdebat, beradu argumentasi dalam bahasa komunikasi ilmiah tampaknya agak sulit ditanamkan kepada kalangan masyarakat akademik. Masalahnya, paling tidak ada tiga hambatan cultural yang masih menghantui kalangan masyarakat akademik kita. Ketiga hambatan itu harus didobrak dan segera dilakukan transformasi, yaitu:
(1) warisan cultural - edukasional,
(2) kompetensi dan performansi linguistik, dan
(3) masalah psikologis.
Untuk memerangi ketiga hambatan tersebut perlu dilakukan upaya pembenahan pendidikan yang serius dan membutuhkan waktu yang panjang dan lama. Pembenahan pendidikan bukan saja secara formal pada jenjang pendidikan dasar sampai universitas (perguruan tinggi), tetapi harus dimulai sejak dini, yakni pendidikan dalam keluarga (informal), dan pendidikan dalam masyarakat (nonformal).

Bahasa Indonesia, sebagai bidang ilmu yang diajarkan sejak pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, berfungsi sebagai sarana komunikasi ilmiah, sarana penalaran, dan berpikir kritis para peserta didik. Oleh karena itu, dalam pertumbuhan dan perkembangannya, bahasa Indonesia saling bersinergi dengan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, yang secara otomatis akan memperoleh dampak pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan dan teknologi - informasi maju.

Hal itu merupakan kondisi yang memungkinkan bahasa Indonesia memperkaya konsep - konsep keilmuan baru yang belum terdapat dalam khasanah bahasa Indonesia.Dengan demikian, semua produk budaya dan teknologi akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks), termasuk bahasa dan sastra Indonesia. Dalam hal ini bahasa Indonesia sekaligus berperan sebagai sarana berpikir kritis dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ipteks (Sunaryo, 1993). Tanpa adanya bahasa, termasuk bahasa Indonesia dengan fungsi-fungsi tersebut, ipteks tidak akan tumbuh dan berkembang. Di samping berfungsi sebagai alat komunikasi ilmiah, bahasa Indonesia juga bersifat terbuka (transparan). Adanya sifat keterbukaan bahasa Indonesia memungkinkan dirinya menjadi bahasa yang modern, bahasa yang fleksibel, sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ipteks. Dampak keterbukaan itu tampak pada pertumbuhan dan perkembangan jumlah kosakata, istilah, dan konsep-konsep keilmuan baru dalam khasanah bahasa Indonesia.

Konsep-konsep, istilah, dan kosakata bahasa Indonesia tampak dalam berbagai bidang ilmu seperti berikut.
1) Teknologi komunikasi komputer
  • media massa elektronik
  • media massa cetak
  • jurnal elektronik
  • jaringan komputer
  • intranet
  • internet
 2) Kedokteran atau Kesehatan
  • kardiologi
  • ultrasonografi
  • psikiater
  • psikolog
  • abordi
 3) Matematika atau Statistika
  • variabel
  • peubah
  • segitiga
  • desimal
  • grafik
  • tabel
4) Ekonomi dan Keuangan
  • akuntansi
  • akuntan publik
  • bursa efek
  • upah minimum
  • obligasi
  • likuidasi

Sumber: http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/196601081990021-KHAERUDIN_KURNIAWAN/BI_KOMUNIKASI_ILMIAH.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar